True Story
Yu Yuan Gadis Kecil Berhati Malaikat, yang berjuang hidup dari Leukimia
Ganas. Setelah merasa tidak dapat disembuhkan lagi, ia rela melepaskan
segala-galanya
dan menyumbangkan untuk anak-anak lain yang masih punya harapan.
Sungguh .. tak abis kata2 untuk Yu Yuan. Terima kasih telah memberikan
contoh mulia kepada
kami…
Kisah ini tentang seorang gadis kecil yang cantik yang memiliki
sepasang bola mata yang indah dan hati yang lugu polos. Dia adalah
seorang yatim piatu
dan hanya sempat hidup di dunia ini selama delapan tahun. Satu kalimat
terakhir yang ia tinggalkan di batu nisannya adalah "saya pernah datang
dan saya
sangat penurut". Anak ini rela melepasakan pengobatan, padahal
sebelumnya dia telah memiliki dana pengobatan sebanyak 540.000 dolar
yang didapat dari perkumpulan
orang Chinese seluruh dunia. Dia membagi dana tersebut menjadi tujuh
bagian, yang dibagikan kepada tujuh anak kecil yang juga sedang
berjuang menghadapi
kematian. Dan dia rela melepaskan pengobatannya.
Begitu lahir dia sudah tidak mengetahui siapa orang tua kandungnya. Dia
hanya memiliki seorang papa yang mengadopsinya. Papanya berumur 30
tahun yang bertempat
tinggal di provinsi She Cuan kecamatan Suang Liu, kota Sang Xin Zhen
Yun Ya Chun Er Cu. Karena miskin, maka selama ini ia tidak menemukan
pasangan hidupnya.
Kalau masih harus mengadopsi anak kecil ini, mungkin tidak ada lagi orang yang mau dilamar olehnya.
Pada tanggal 30 November 1996, tgl 20 bln 10 imlek, adalah saat dimana
papanya menemukan anak kecil tersebut diatas hamparan rumput, disanalah
papanya
menemukan seorang bayi kecil yang sedang kedinginan. Pada saat
menemukan anak ini, di dadanya terdapat selembar kartu kecil tertulis,
20 November jam 12.
Melihat anak kecil ini menangis dengan suara tangisannya sudah mulai
melemah. Papanya berpikir kalau tidak ada orang yang memperhatikannya,
maka kapan
saja bayi ini bisa meninggal. Dengan berat hati papanya memeluk bayi
tersebut, dengan menghela nafas dan berkata, “saya makan apa, maka kamu
juga ikut
apa yang saya makan”. Kemudian, papanya memberikan dia nama Yu Yan.
Ini adalah kisah seorang pemuda yang belum menikah yang membesarkan
seorang anak, tidak ada Asi dan juga tidak mampu membeli susu bubuk,
hanya mampu memberi
makan bayi tersebut dengan air tajin (air beras). Maka dari kecil anak
ini tumbuh menjadi lemah dan sakit-sakitan. Tetapi anak ini sangat
penurut dan sangat
patuh. Musim silih berganti, Yu Yuan pun tumbuh dan bertambah besar
serta memiliki kepintaran yang luar biasa. Para tetangga sering memuji
Yu Yuan sangat
pintar, walaupun dari kecil sering sakit-sakitan dan mereka sangat
menyukai Yu Yuan. Ditengah ketakutan dan kecemasan papanya, Yu Yuan
pelan-pelan tumbuh
dewasa.
Yu Yuan yang hidup dalam kesusahan memang luar biasa, mulai dari umur
lima tahun, dia sudah membantu papa mengerjakan pekerjaan rumah.
Mencuci baju, memasak
nasi dan memotong rumput. Setiap hal dia kerjakan dengan baik. Dia
sadar dia berbeda dengan anak-anak lain. Anak-anak lain memiliki
sepasang orang tua,
sedangkan dia hanya memiliki seorang papa. Keluarga ini hanya
mengandalkan dia dan papa yang saling menopang. Dia harus menjadi
seorang anak yang penurut
dan tidak boleh membuat papa menjadi sedih dan marah.
Pada saat dia masuk sekolah dasar, dia sendiri sudah sangat mengerti,
harus giat belajar dan menjadi juara di sekolah. Inilah yang bisa
membuat papanya
yang tidak berpendidikan menjadi bangga di desanya. Dia tidak pernah
mengecewakan papanya, dia pun bernyanyi untuk papanya. Setiap hal yang
lucu yang terjadi
di sekolahnya di ceritakan kepada papanya. Kadang-kadang dia bisa nakal
dengan mengeluarkan soal-soal yang susah untuk menguji papanya.
Setiap kali melihat senyuman papanya, dia merasa puas dan bahagia.
Walaupun tidak seperti anak-anak lain yang memiliki mama, tetapi bisa
hidup bahagia
dengan papa, ia sudah sangat berbahagia. Mulai dari bulan Mei 2005 Yu
Yuan mulai mengalami mimisan. Pada suatu pagi saat Yu Yuan sedang
mencuci muka, ia
menyadari bahwa air cuci mukanya sudah penuh dengan darah yang ternyata
berasal dari hidungnya. Dengan berbagai cara tidak bisa menghentikan
pendarahan
tersebut. Sehingga papanya membawa Yu Yuan ke puskesmas desa untuk
disuntik. Tetapi sayangnya dari bekas suntikan itu juga mengeluarkan
darah dan tidak
mau berhenti. Dipahanya mulai bermunculan bintik-bintik merah. Dokter
tersebut menyarankan papanya untuk membawa Yu Yuan ke rumah sakit untuk
diperiksa.
Begitu tiba di rumah sakit, Yu Yuan tidak mendapatkan nomor karena
antrian sudah panjang. Yu Yuan hanya bisa duduk sendiri dikursi yang
panjang untuk menutupi
hidungnya. Darah yang keluar dari hidungnya bagaikan air yang terus
mengalir dan memerahi lantai. Karena papanya merasa tidak enak kemudian
mengambil sebuah
baskom kecil untuk menampung darah yang keluar dari hidung Yu Yuan.
Tidak sampai sepuluh menit, baskom yang kecil tersebut sudah penuh
berisi darah yang
keluar dari hidung Yu Yuan.
Dokter yang melihat keadaaan ini cepat-cepat membawa Yu Yuan untuk
diperiksa. Setelah diperiksa, dokter menyatakan bahwa Yu Yuan terkena
Leukimia ganas.
Pengobatan penyakit tersebut sangat mahal yang memerlukan biaya sebesar
300.000 $. Papanya mulai cemas melihat anaknya yang terbaring lemah di
ranjang.
Papanya hanya memiliki satu niat yaitu menyelamatkan anaknya. Dengan
berbagai cara meminjam uang ke sanak saudara dan teman dan ternyata,
uang yang terkumpul
sangatlah sedikit. Papanya akhirnya mengambil keputusan untuk menjual
rumahnya yang merupakan harta satu satunya. Tapi karena rumahnya
terlalu kumuh, dalam
waktu yang singkat tidak bisa menemukan seorang pembeli.
Melihat mata papanya yang sedih dan pipi yang kian hari kian kurus.
Dalam hati Yu Yuan merasa sedih. Pada suatu hari Yu Yuan menarik tangan
papanya, air
mata pun mengalir dikala kata-kata belum sempat terlontar. “Papa saya ingin mati”.
Papanya dengan pandangan yang kaget melihat Yu Yuan, “Kamu baru berumur
8 tahun kenapa mau mati”. “Saya adalah anak yang dipungut, semua orang
berkata
nyawa saya tak berharga, tidaklah cocok dengan penyakit ini, biarlah saya keluar dari rumah sakit ini.”
Pada tanggal 18 juni, Yu Yuan mewakili papanya yang tidak mengenal
huruf, menandatangani surat keterangan pelepasan perawatan. Anak yang
berumur delapan
tahun itu pun mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan pemakamannya sendiri.
Hari itu juga setelah pulang kerumah, Yu Yuan yang sejak kecil tidak
pernah memiliki permintaan, hari itu meminta dua permohonan kepada
papanya. Dia ingin
memakai baju baru dan berfoto. Yu Yuan berkata kepada papanya: “Setelah
saya tidak ada, kalau papa merindukan saya lihatlah melihat foto ini”.
Hari kedua,
papanya menyuruh bibi menemani Yu Yuan pergi ke kota dan membeli baju
baru. Yu Yuan sendirilah yang memilih baju yang dibelinya. Bibinya
memilihkan satu
rok yang berwarna putih dengan corak bintik-bintik merah. Begitu
mencoba dan tidak rela melepaskannya. Kemudian mereka bertiga tiba di
sebuah studio foto.
Yu Yuan kemudia memakai baju barunya dengan pose secantik mungkin
berjuang untuk tersenyum. Bagaimanapun ia berusaha tersenyum, pada
akhirnya juga tidak
bisa menahan air matanya yang mengalir keluar. Kalau bukan karena
seorang wartawan Chuan Yuan yang bekerja di surat kabar Cheng Du Wan
Bao, Yu Yuan akan
seperti selembar daun yang lepas dari pohon dan hilang ditiup angin.
Yu Yuan Gadis Kecil Berhati Malaikat, yang berjuang hidup dari Leukimia
Ganas. Setelah merasa tidak dapat disembuhkan lagi, ia rela melepaskan
segala-galanya
dan menyumbangkan untuk anak-anak lain yang masih punya harapan.
Sungguh .. tak abis kata2 untuk Yu Yuan. Terima kasih telah memberikan
contoh mulia kepada
kami…
Kisah ini tentang seorang gadis kecil yang cantik yang memiliki
sepasang bola mata yang indah dan hati yang lugu polos. Dia adalah
seorang yatim piatu
dan hanya sempat hidup di dunia ini selama delapan tahun. Satu kalimat
terakhir yang ia tinggalkan di batu nisannya adalah "saya pernah datang
dan saya
sangat penurut". Anak ini rela melepasakan pengobatan, padahal
sebelumnya dia telah memiliki dana pengobatan sebanyak 540.000 dolar
yang didapat dari perkumpulan
orang Chinese seluruh dunia. Dia membagi dana tersebut menjadi tujuh
bagian, yang dibagikan kepada tujuh anak kecil yang juga sedang
berjuang menghadapi
kematian. Dan dia rela melepaskan pengobatannya.
Begitu lahir dia sudah tidak mengetahui siapa orang tua kandungnya. Dia
hanya memiliki seorang papa yang mengadopsinya. Papanya berumur 30
tahun yang bertempat
tinggal di provinsi She Cuan kecamatan Suang Liu, kota Sang Xin Zhen
Yun Ya Chun Er Cu. Karena miskin, maka selama ini ia tidak menemukan
pasangan hidupnya.
Kalau masih harus mengadopsi anak kecil ini, mungkin tidak ada lagi orang yang mau dilamar olehnya.
Pada tanggal 30 November 1996, tgl 20 bln 10 imlek, adalah saat dimana
papanya menemukan anak kecil tersebut diatas hamparan rumput, disanalah
papanya
menemukan seorang bayi kecil yang sedang kedinginan. Pada saat
menemukan anak ini, di dadanya terdapat selembar kartu kecil tertulis,
20 November jam 12.
Melihat anak kecil ini menangis dengan suara tangisannya sudah mulai
melemah. Papanya berpikir kalau tidak ada orang yang memperhatikannya,
maka kapan
saja bayi ini bisa meninggal. Dengan berat hati papanya memeluk bayi
tersebut, dengan menghela nafas dan berkata, “saya makan apa, maka kamu
juga ikut
apa yang saya makan”. Kemudian, papanya memberikan dia nama Yu Yan.
Ini adalah kisah seorang pemuda yang belum menikah yang membesarkan
seorang anak, tidak ada Asi dan juga tidak mampu membeli susu bubuk,
hanya mampu memberi
makan bayi tersebut dengan air tajin (air beras). Maka dari kecil anak
ini tumbuh menjadi lemah dan sakit-sakitan. Tetapi anak ini sangat
penurut dan sangat
patuh. Musim silih berganti, Yu Yuan pun tumbuh dan bertambah besar
serta memiliki kepintaran yang luar biasa. Para tetangga sering memuji
Yu Yuan sangat
pintar, walaupun dari kecil sering sakit-sakitan dan mereka sangat
menyukai Yu Yuan. Ditengah ketakutan dan kecemasan papanya, Yu Yuan
pelan-pelan tumbuh
dewasa.
Yu Yuan yang hidup dalam kesusahan memang luar biasa, mulai dari umur
lima tahun, dia sudah membantu papa mengerjakan pekerjaan rumah.
Mencuci baju, memasak
nasi dan memotong rumput. Setiap hal dia kerjakan dengan baik. Dia
sadar dia berbeda dengan anak-anak lain. Anak-anak lain memiliki
sepasang orang tua,
sedangkan dia hanya memiliki seorang papa. Keluarga ini hanya
mengandalkan dia dan papa yang saling menopang. Dia harus menjadi
seorang anak yang penurut
dan tidak boleh membuat papa menjadi sedih dan marah.
Pada saat dia masuk sekolah dasar, dia sendiri sudah sangat mengerti,
harus giat belajar dan menjadi juara di sekolah. Inilah yang bisa
membuat papanya
yang tidak berpendidikan menjadi bangga di desanya. Dia tidak pernah
mengecewakan papanya, dia pun bernyanyi untuk papanya. Setiap hal yang
lucu yang terjadi
di sekolahnya di ceritakan kepada papanya. Kadang-kadang dia bisa nakal
dengan mengeluarkan soal-soal yang susah untuk menguji papanya.
Setiap kali melihat senyuman papanya, dia merasa puas dan bahagia.
Walaupun tidak seperti anak-anak lain yang memiliki mama, tetapi bisa
hidup bahagia
dengan papa, ia sudah sangat berbahagia. Mulai dari bulan Mei 2005 Yu
Yuan mulai mengalami mimisan. Pada suatu pagi saat Yu Yuan sedang
mencuci muka, ia
menyadari bahwa air cuci mukanya sudah penuh dengan darah yang ternyata
berasal dari hidungnya. Dengan berbagai cara tidak bisa menghentikan
pendarahan
tersebut. Sehingga papanya membawa Yu Yuan ke puskesmas desa untuk
disuntik. Tetapi sayangnya dari bekas suntikan itu juga mengeluarkan
darah dan tidak
mau berhenti. Dipahanya mulai bermunculan bintik-bintik merah. Dokter
tersebut menyarankan papanya untuk membawa Yu Yuan ke rumah sakit untuk
diperiksa.
Begitu tiba di rumah sakit, Yu Yuan tidak mendapatkan nomor karena
antrian sudah panjang. Yu Yuan hanya bisa duduk sendiri dikursi yang
panjang untuk menutupi
hidungnya. Darah yang keluar dari hidungnya bagaikan air yang terus
mengalir dan memerahi lantai. Karena papanya merasa tidak enak kemudian
mengambil sebuah
baskom kecil untuk menampung darah yang keluar dari hidung Yu Yuan.
Tidak sampai sepuluh menit, baskom yang kecil tersebut sudah penuh
berisi darah yang
keluar dari hidung Yu Yuan.
Dokter yang melihat keadaaan ini cepat-cepat membawa Yu Yuan untuk
diperiksa. Setelah diperiksa, dokter menyatakan bahwa Yu Yuan terkena
Leukimia ganas.
Pengobatan penyakit tersebut sangat mahal yang memerlukan biaya sebesar
300.000 $. Papanya mulai cemas melihat anaknya yang terbaring lemah di
ranjang.
Papanya hanya memiliki satu niat yaitu menyelamatkan anaknya. Dengan
berbagai cara meminjam uang ke sanak saudara dan teman dan ternyata,
uang yang terkumpul
sangatlah sedikit. Papanya akhirnya mengambil keputusan untuk menjual
rumahnya yang merupakan harta satu satunya. Tapi karena rumahnya
terlalu kumuh, dalam
waktu yang singkat tidak bisa menemukan seorang pembeli.
Melihat mata papanya yang sedih dan pipi yang kian hari kian kurus.
Dalam hati Yu Yuan merasa sedih. Pada suatu hari Yu Yuan menarik tangan
papanya, air
mata pun mengalir dikala kata-kata belum sempat terlontar. “Papa saya ingin mati”.
Papanya dengan pandangan yang kaget melihat Yu Yuan, “Kamu baru berumur
8 tahun kenapa mau mati”. “Saya adalah anak yang dipungut, semua orang
berkata
nyawa saya tak berharga, tidaklah cocok dengan penyakit ini, biarlah saya keluar dari rumah sakit ini.”
Pada tanggal 18 juni, Yu Yuan mewakili papanya yang tidak mengenal
huruf, menandatangani surat keterangan pelepasan perawatan. Anak yang
berumur delapan
tahun itu pun mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan pemakamannya sendiri.
Hari itu juga setelah pulang kerumah, Yu Yuan yang sejak kecil tidak
pernah memiliki permintaan, hari itu meminta dua permohonan kepada
papanya. Dia ingin
memakai baju baru dan berfoto. Yu Yuan berkata kepada papanya: “Setelah
saya tidak ada, kalau papa merindukan saya lihatlah melihat foto ini”.
Hari kedua,
papanya menyuruh bibi menemani Yu Yuan pergi ke kota dan membeli baju
baru. Yu Yuan sendirilah yang memilih baju yang dibelinya. Bibinya
memilihkan satu
rok yang berwarna putih dengan corak bintik-bintik merah. Begitu
mencoba dan tidak rela melepaskannya. Kemudian mereka bertiga tiba di
sebuah studio foto.
Yu Yuan kemudia memakai baju barunya dengan pose secantik mungkin
berjuang untuk tersenyum. Bagaimanapun ia berusaha tersenyum, pada
akhirnya juga tidak
bisa menahan air matanya yang mengalir keluar. Kalau bukan karena
seorang wartawan Chuan Yuan yang bekerja di surat kabar Cheng Du Wan
Bao, Yu Yuan akan
seperti selembar daun yang lepas dari pohon dan hilang ditiup angin.