Sam Ratulangi selaku Pejuang Kemerdekaan
Oleh : Emilia A. Pangalila – Ratulangie MD.PhD.
Ayah saya sebenarnya seorang yang tak mudah dimengerti (complicated).
Tetapi sebenarnya tak lebih complicated daripada manusia umumnya.
Pada malam hari seusai pertemuan dengan panitia penyelenggara Seminar
Sarasehan ini, yang membahas tentang Pembagian materi pokok-pokok
pembicaraan, saya bermimpi tentang sesuatu hal yang sebenarnya
mengerikan, akan tetapi rupanya tak sampai menakutkan saya, hal ini
dikarenakan adanya perasaan bahwa saya masih mampu mencegah terjadinya
hal-hal yang bukan-bukan tsb. Isi dari mimpi tersebut, adalah tentang
gambaran sebuah tubuh manusia yang terpotong-potong dibagian-bagiannya.
Saya sadar bahwa mimpi ini disebabkan / masih berhubungan dengan
pembicaraan-pembicaraan dengan panitia malam itu. Setelah saya amati
lebih jauh, rupanya tubuh itu adalah tubuh ayahku sendiri. Walaupun
beban untuk mencegah hal itu sampai dapat terjadi adalah berat sekali,
namun didalam hati kecil, saya tahu bagaimana aspek-aspek psychologis
ayah saya yang rupanya saling bertentangan dapat dipersatukan dalam
suatu Roh manusia.
Ayahku menemui banyak pertentangan dalam peristiwa-peristiwa masyarakat
disekelilingnya. Tetapi walaupun demikian ia selalu dapat bersikap
sehingga tak suatupun diremehkan. Mungkin kejujuran diri adalah akal
dari jelasnya sikap politiknya, yang menyebabkan ia diterima orang
banyak selaku pemimpin, karena mereka merasa dia bisa mengerti atas
persoalan mereka. Jelaslah ayahku tak mudah memilih partai politik
apapun juga , karena terlampau mengerti visi dan misi partai-partai
tersebut. Sehingga sikapnya transparan, saya acapkali heran bagaimana
seorang seperti ayah dapat terbentuk. Hidupnya membenarkan "Si tou
timou tumou tou" dalam arti "Orang menjadi manusia untuk melaksanakan
kemanusiaannya"
Saya teringat pada suatu kejadian yang ayah ceritakan kepada saya, pada
saat beliau lulus Sekolah Teknik Menengah, pada tahun 1908 berumur 18
tahun, ia dipekerjakan pada Jawatan Kereta api di Jawa, Ia terjangkit
Penyakit Malaria Tropika disertai demam keras yang parah sekali, merasa
sedang berjalan kedunia lain. Ia tidur digubuknya dan merasa aman &
sentausa, seperti tidur diperahu kecil yang dibawa arus aliran air,
diantara tumbuhan air dan dibawa kearah suatu kejelasan yang
melindunginya….; Tetapi sekonyong-konyong masuklah Dr Rolland
Tumbelaka, kawan karibnya yang segera mendiagnose keadaan ayah dan
memberi suntikan kina (kinine). Kemudian ….. "Alam hayal kesentausaan
yang ada tadinya…" dalam sekejab menjadi hilang sama sekali, dan ayah
harus hidup terus, semula dia betul-betul marah dengan Dr Roland,
tetapi kemudian dia mengerti akan keadaan sebenarnya.
Saya seorang ahli Psychiatry baru setelah hampir seratus tahun
kemudian, mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada waktu itu, dalam
lapangan ilmu psychology telah terbukti secara ilmiah bahwa orang yang
mengalami hampir mati dalam kehidupan seterusnya, berubah akan menjadi
lebih bijaksana dan lebih dapat mengerti dan merasa isi hati orang
lain. Rupanya kejadian tersebut diatas ialah kunci untuk mengerti jiwa
politik ayah, yang tak pernah licik dan merugikan orang lain, akan
tetapi selalu transparan.
Teringatlah saya pada suatu nasehat, yang guru Polonius memberikan kepada Hamlet (anak raja Denmark),
"… Be true to thine oneself , and it must follow like the day upon the night, thou canst then be false to any other men..".
Bila jujur pada diri sendiri, maka seperti malam menjadi siang, anda tak dapat berbuat curang terhadap orang lain.
Waktu ayahku belajar di Belanda 1913, usia 30 tahun, dia menulis suatu
brosur yang bernama Sarikat Islam, yang diterbitkan oleh Humanitas
Durat, sebagai reaksi terhadap Pidato Kerajaan Gubernur Jenderal, 13
September 1913, yang mulai dengan perkataan :
" Tenaga yang masih tidur telah bangun, hasrat tersembunyi
meperlihatkan diri. Kesadaran umum menyebabkan tuntutan memperoleh
buah-buahan dari Barat".
Kata-kata itu benar, sebagai bukti ialah Budi Utomo sebagai organisasi
didirikan oleh pelajar-pelajar Kedokteran di Batavia, yang membuktikan
orang Jawa bangun sebagai manusia yang berhak dan berkewajiban sesuai
dengan adat Kejawaannya. Sebagai reaksi atas berdirinya Budi Utomo maka
terjadilah Minahasa Muda, Ambon Muda dan beberapa organisasi yang lain
di Sumatera, tetapi Budi Utomo terutama hanya diikuti oleh kaum
intelektual dan priayi, karena itu tidak ditakuti oleh masyarakat
Eropa; sebaliknya Serikat Dagang Islam yang didirikan di Solo,
didirikan karena pedagang-pedagang kecil di Jawa, merasa disingkirkan
oleh pedagang-pedagang kecil Cina, ditakuti oleh Masyarakat Eropa.
Pegawai Pemerintahan Kolonial takdapat bertindak terhadap para pedagang
Cina sebab mereka taat kepada pemerintah.
Serikat Dagang Islam kemudian tidak diijinkan. Kemudian didirikan
Sarikat Islam di Surabaya antara lain dipimpin oleh HOS Cokroaminoto,
yang mampu berpidato dengan kharismatik, sebenarnya tujuan Sarikat
Islam adalah agar supaya orang hidup sesuai dengan ajaran Al Quran dan
ternyata bahwa dalam daerah-daerah yang banyak pengikutnya, relatif
lebih aman dari pencurian dan pembunuhan.
Sebenarnya Pemerintah Kolonial seharusnya menghargai akan keadaan ini,
menurut ayah, akan tetapi sebaliknya Sarikat Islam tidak diakui oleh
Pemerintah Kolonial dan dalam pers terjadi penghasutan terhadap Sarikat
Islam sehingga ada reaksi yang negatif dari masyarakat Islam, karena
Sarikat Islam dapat mempersatukan semua lapisan masyarakat Islam,
akibat dari penghasutan pers Eropa, juga mengenai semua lapisan
masyarakat Islam.
Ayah saya melihat dengan mata kepala sendiri ketika beliau kerja pada
Jawatan Kereta api, bagaiman bangsa Eropa berani, melakukan pemukulan
bahkan perkosaan pada kaum pribumi, bila terdapat kesalahan sekecil
apapun bentuknya. Menurut ayah berita-berita dalam surat kabar tentang
kesukaran-kesukaran kuli yang mengancam majikannya, selalu terjadi pada
majikan yang biasanya pendatang baru di Indonesia. Dan rupanya merasa
sangat superior terhadap orang pribumi. Tetapi hal-hal seperti ini
selalu "mengkambing hitamkan" Sarikat Islam, sehingga pertanyaan pada
Gubernur Jenderal untuk pengakuan dan pemberian ijin bagi Sarikat
Islam, ditolak. Dengan alasan bahwa para pemimpinnya tidak dapat
mengendalikan pengikutnya. Ayah saya merasa hal tersebut sangat
disayangkan, karena para pemimpin mereka yakni Cipto Mangunkusumo dan
Suwardi Suryaningrat adalah orang-orang yang berkepribadian tinggi yang
sebenarnya harus mampu secara dialogis meyakinkan Pemerintah Kolonial
bahwa sebenarnya kehadiran Sarikat Islam ini juga baik dan bermanfaat
bagi Pemerintah yang sedang berkuasa. Sarikat Islam yang mewakili semua
lapisan masyarakat Islam sebenar sudah merupakan langkah maju yang
besar untuk menuju Indische Parlemen, tetapi kebodohan Pemerintah
Kolonial malah memenjarakan mereka.
Kemudian pada tahun 1914, berdasarkan laporan dari Indische Vereeniging
yang merupakan cikal bakal dari Perhimpunan Indonesia dari
mahasiswa-mahasiswa Indonesia di Belanda, ternyata ada
persoalan-persoalan tentang Budi Utomo dan Sarikat Islam, dan ada
perasaan bahwa mereka harus menentukan sikap yang jelas. Ayah saya
ketika itu dipilih menjadi ketua dari organisasi ini. Beliau memberikan
nasehat bahwa organisasinya keluar dari pergolakan politik karena itu
memecah belah dan tidak hanya menjadi pengembira dalam politik, tetapi
mendalami pengetahuan tentang perasaan orang pribumi di Indonesia dan
menyelesaikan lethargie dari rakyat dan membawanya ke fase yang baru
serta kesadaran atas hubungan kemasyarakatan. Kita akan berusaha supaya
memahami dasar-dasar dari setiap kejadian.
Beliau kemudian memberikan penjelasan mengenai cita-cita Minahasa.
Karena Hindia Belanda adalah daerah yang sangat makmur maka dengan
sendirinya salah satu dari negara asia timur utara memanfaatkan situasi
peperangan di Eropa untuk memperbesar wilayah kekuasaannya. Terutama
karena kepulauan kepulauan diluar Jawa, khususnya Selebes, dapat di
duduki tanpa banyak kesukaran.
Oleh : Emilia A. Pangalila – Ratulangie MD.PhD.
Ayah saya sebenarnya seorang yang tak mudah dimengerti (complicated).
Tetapi sebenarnya tak lebih complicated daripada manusia umumnya.
Pada malam hari seusai pertemuan dengan panitia penyelenggara Seminar
Sarasehan ini, yang membahas tentang Pembagian materi pokok-pokok
pembicaraan, saya bermimpi tentang sesuatu hal yang sebenarnya
mengerikan, akan tetapi rupanya tak sampai menakutkan saya, hal ini
dikarenakan adanya perasaan bahwa saya masih mampu mencegah terjadinya
hal-hal yang bukan-bukan tsb. Isi dari mimpi tersebut, adalah tentang
gambaran sebuah tubuh manusia yang terpotong-potong dibagian-bagiannya.
Saya sadar bahwa mimpi ini disebabkan / masih berhubungan dengan
pembicaraan-pembicaraan dengan panitia malam itu. Setelah saya amati
lebih jauh, rupanya tubuh itu adalah tubuh ayahku sendiri. Walaupun
beban untuk mencegah hal itu sampai dapat terjadi adalah berat sekali,
namun didalam hati kecil, saya tahu bagaimana aspek-aspek psychologis
ayah saya yang rupanya saling bertentangan dapat dipersatukan dalam
suatu Roh manusia.
Ayahku menemui banyak pertentangan dalam peristiwa-peristiwa masyarakat
disekelilingnya. Tetapi walaupun demikian ia selalu dapat bersikap
sehingga tak suatupun diremehkan. Mungkin kejujuran diri adalah akal
dari jelasnya sikap politiknya, yang menyebabkan ia diterima orang
banyak selaku pemimpin, karena mereka merasa dia bisa mengerti atas
persoalan mereka. Jelaslah ayahku tak mudah memilih partai politik
apapun juga , karena terlampau mengerti visi dan misi partai-partai
tersebut. Sehingga sikapnya transparan, saya acapkali heran bagaimana
seorang seperti ayah dapat terbentuk. Hidupnya membenarkan "Si tou
timou tumou tou" dalam arti "Orang menjadi manusia untuk melaksanakan
kemanusiaannya"
Saya teringat pada suatu kejadian yang ayah ceritakan kepada saya, pada
saat beliau lulus Sekolah Teknik Menengah, pada tahun 1908 berumur 18
tahun, ia dipekerjakan pada Jawatan Kereta api di Jawa, Ia terjangkit
Penyakit Malaria Tropika disertai demam keras yang parah sekali, merasa
sedang berjalan kedunia lain. Ia tidur digubuknya dan merasa aman &
sentausa, seperti tidur diperahu kecil yang dibawa arus aliran air,
diantara tumbuhan air dan dibawa kearah suatu kejelasan yang
melindunginya….; Tetapi sekonyong-konyong masuklah Dr Rolland
Tumbelaka, kawan karibnya yang segera mendiagnose keadaan ayah dan
memberi suntikan kina (kinine). Kemudian ….. "Alam hayal kesentausaan
yang ada tadinya…" dalam sekejab menjadi hilang sama sekali, dan ayah
harus hidup terus, semula dia betul-betul marah dengan Dr Roland,
tetapi kemudian dia mengerti akan keadaan sebenarnya.
Saya seorang ahli Psychiatry baru setelah hampir seratus tahun
kemudian, mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada waktu itu, dalam
lapangan ilmu psychology telah terbukti secara ilmiah bahwa orang yang
mengalami hampir mati dalam kehidupan seterusnya, berubah akan menjadi
lebih bijaksana dan lebih dapat mengerti dan merasa isi hati orang
lain. Rupanya kejadian tersebut diatas ialah kunci untuk mengerti jiwa
politik ayah, yang tak pernah licik dan merugikan orang lain, akan
tetapi selalu transparan.
Teringatlah saya pada suatu nasehat, yang guru Polonius memberikan kepada Hamlet (anak raja Denmark),
"… Be true to thine oneself , and it must follow like the day upon the night, thou canst then be false to any other men..".
Bila jujur pada diri sendiri, maka seperti malam menjadi siang, anda tak dapat berbuat curang terhadap orang lain.
Waktu ayahku belajar di Belanda 1913, usia 30 tahun, dia menulis suatu
brosur yang bernama Sarikat Islam, yang diterbitkan oleh Humanitas
Durat, sebagai reaksi terhadap Pidato Kerajaan Gubernur Jenderal, 13
September 1913, yang mulai dengan perkataan :
" Tenaga yang masih tidur telah bangun, hasrat tersembunyi
meperlihatkan diri. Kesadaran umum menyebabkan tuntutan memperoleh
buah-buahan dari Barat".
Kata-kata itu benar, sebagai bukti ialah Budi Utomo sebagai organisasi
didirikan oleh pelajar-pelajar Kedokteran di Batavia, yang membuktikan
orang Jawa bangun sebagai manusia yang berhak dan berkewajiban sesuai
dengan adat Kejawaannya. Sebagai reaksi atas berdirinya Budi Utomo maka
terjadilah Minahasa Muda, Ambon Muda dan beberapa organisasi yang lain
di Sumatera, tetapi Budi Utomo terutama hanya diikuti oleh kaum
intelektual dan priayi, karena itu tidak ditakuti oleh masyarakat
Eropa; sebaliknya Serikat Dagang Islam yang didirikan di Solo,
didirikan karena pedagang-pedagang kecil di Jawa, merasa disingkirkan
oleh pedagang-pedagang kecil Cina, ditakuti oleh Masyarakat Eropa.
Pegawai Pemerintahan Kolonial takdapat bertindak terhadap para pedagang
Cina sebab mereka taat kepada pemerintah.
Serikat Dagang Islam kemudian tidak diijinkan. Kemudian didirikan
Sarikat Islam di Surabaya antara lain dipimpin oleh HOS Cokroaminoto,
yang mampu berpidato dengan kharismatik, sebenarnya tujuan Sarikat
Islam adalah agar supaya orang hidup sesuai dengan ajaran Al Quran dan
ternyata bahwa dalam daerah-daerah yang banyak pengikutnya, relatif
lebih aman dari pencurian dan pembunuhan.
Sebenarnya Pemerintah Kolonial seharusnya menghargai akan keadaan ini,
menurut ayah, akan tetapi sebaliknya Sarikat Islam tidak diakui oleh
Pemerintah Kolonial dan dalam pers terjadi penghasutan terhadap Sarikat
Islam sehingga ada reaksi yang negatif dari masyarakat Islam, karena
Sarikat Islam dapat mempersatukan semua lapisan masyarakat Islam,
akibat dari penghasutan pers Eropa, juga mengenai semua lapisan
masyarakat Islam.
Ayah saya melihat dengan mata kepala sendiri ketika beliau kerja pada
Jawatan Kereta api, bagaiman bangsa Eropa berani, melakukan pemukulan
bahkan perkosaan pada kaum pribumi, bila terdapat kesalahan sekecil
apapun bentuknya. Menurut ayah berita-berita dalam surat kabar tentang
kesukaran-kesukaran kuli yang mengancam majikannya, selalu terjadi pada
majikan yang biasanya pendatang baru di Indonesia. Dan rupanya merasa
sangat superior terhadap orang pribumi. Tetapi hal-hal seperti ini
selalu "mengkambing hitamkan" Sarikat Islam, sehingga pertanyaan pada
Gubernur Jenderal untuk pengakuan dan pemberian ijin bagi Sarikat
Islam, ditolak. Dengan alasan bahwa para pemimpinnya tidak dapat
mengendalikan pengikutnya. Ayah saya merasa hal tersebut sangat
disayangkan, karena para pemimpin mereka yakni Cipto Mangunkusumo dan
Suwardi Suryaningrat adalah orang-orang yang berkepribadian tinggi yang
sebenarnya harus mampu secara dialogis meyakinkan Pemerintah Kolonial
bahwa sebenarnya kehadiran Sarikat Islam ini juga baik dan bermanfaat
bagi Pemerintah yang sedang berkuasa. Sarikat Islam yang mewakili semua
lapisan masyarakat Islam sebenar sudah merupakan langkah maju yang
besar untuk menuju Indische Parlemen, tetapi kebodohan Pemerintah
Kolonial malah memenjarakan mereka.
Kemudian pada tahun 1914, berdasarkan laporan dari Indische Vereeniging
yang merupakan cikal bakal dari Perhimpunan Indonesia dari
mahasiswa-mahasiswa Indonesia di Belanda, ternyata ada
persoalan-persoalan tentang Budi Utomo dan Sarikat Islam, dan ada
perasaan bahwa mereka harus menentukan sikap yang jelas. Ayah saya
ketika itu dipilih menjadi ketua dari organisasi ini. Beliau memberikan
nasehat bahwa organisasinya keluar dari pergolakan politik karena itu
memecah belah dan tidak hanya menjadi pengembira dalam politik, tetapi
mendalami pengetahuan tentang perasaan orang pribumi di Indonesia dan
menyelesaikan lethargie dari rakyat dan membawanya ke fase yang baru
serta kesadaran atas hubungan kemasyarakatan. Kita akan berusaha supaya
memahami dasar-dasar dari setiap kejadian.
Beliau kemudian memberikan penjelasan mengenai cita-cita Minahasa.
Karena Hindia Belanda adalah daerah yang sangat makmur maka dengan
sendirinya salah satu dari negara asia timur utara memanfaatkan situasi
peperangan di Eropa untuk memperbesar wilayah kekuasaannya. Terutama
karena kepulauan kepulauan diluar Jawa, khususnya Selebes, dapat di
duduki tanpa banyak kesukaran.